Senin, 20 Juni 2016

HUMANISTIK psikoterapi



a.       Definisi
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis.
Humanistik adalah suatu teori yang tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Pendapat lain menyatakan bahwa humanistik adalah teori belajar yang menganggap bahwa belajar bertujuan untuk memanusiakan manusia.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
b.      Tokoh
Teori humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai tujuan yang diinginkan karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya:
1.      Kolb
Pandangan Kolb tentang belajar dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:
a)      Tahap pandangan konkret
Pada tahap ini seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut.
b)      Tahap pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c)      Tahap konseptualisasi
Pada tahap ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d)     Tahap eksperimentasi aktif
Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan deduktif.
2.      Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu:
a)      Kelompok aktivis
Yaitu mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
b)      Kelompok reflector
Yaitu mereka yang mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam melakukan suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
c)      Kelompok teoris
Yaitu mereka yang memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
d)     Kelompok pragmatis
Yaitu mereka yang memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
3.      Habermas
Menurut Habernas, belajar baru akan tejadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a)      Belajar teknis (technical learning)
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
b)      Belajar praktis (practical learning)
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
c)      Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu belajar yang menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan lingkungan sosialnya.
4.      Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathmohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajarnya dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu:
a)      Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:
·         Pengetahuan
·         Pemahaman
·         Aplikasi
·         Analisis
·         Sintesis
·         Evaluasi
b)      Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
·         Peniruan
·         Penggunaan
·         Ketepatan
·         Perangkaian
·         Naturalisasi
c)      Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
·         Pengenalan
·         Merespon
·         Penghargaan
·         Pengorganisasian
·         Pengalaman

d)     Contoh Kasus
Seseorang bernama Ruth berusia 39 tahun telah menikah, melaporkan ketidakpuasan yang mendalam. Ia mengatakan hidupnya lancar dan dapat diprediksi, dan dia merasakan kepanikan saat mencapai usia 39 tahun, lalu bertanya-tanya ke mana saja tahun yang sudah berlalu. Selama 2 tahun ia telah bermasalah dengan berbagai keluhan psikosomatik termasuk gangguan tidur, kecemasan, pusing, jantung berdebar-debar, dan sakit kepala. Ketika itu ia mendorong dirinya untuk meninggalkan rumah. Klien mengeluhkan juga bahwa ia mudah sekali menangis karena hal yang sederhana, sering merasa tertekan, dan memiliki masalah berat badan.
Sampai Ruth berusia 30 tahun, identitas Ruth dan sistem nilai yang sangat dipengaruhi oleh agama fundamentalis dari orang tuanya, terutama ayahnya. Dia takut bahwa dia akan ditolak oleh orang tuanya jika dia tidak memenuhi harapan mereka yang seharusnya. Ruth menyatakan, "Mereka belum secara resmi tidak mengakui saya, tapi dalam banyak hal saya pikir mereka tidak mengakui saya. Aku tahu aku tidak akan pernah mendapat persetujuan mereka selama aku tetap jauh dari agama  dan aku begitu sayang kepada mereka." Ruth berniat menyenangkan orang lain, bahkan dengan mengorbankan biaya kebutuhan untuk jati dirinya sendiri. Dalam arti sebenarnya Ruth tidak menjadi dirinya sendiri, tanpa rasa yang jelas tentang siapa dia atau dapat menjadi apa. Ruth sadar dengan keberadaan tubuhnya, namun dia tidak mengenal dirinya, Saat ini ia melihat diri fisiknya sebagai seorang wanita dengan kelebihan berat badan dan tidak menarik. Dalam kata-katanya, "Aku tidak suka dengan apa yang saya lihat. Saya tidak suka siapa saya, dan saya pasti tidak merasa bangga tubuh saya." Ruth mengalami banyak gejala fisik yang mengganggu dan mempengaruhi harga dirinya secara fisik. Sebagian besar Ruth didominasi oleh ketakutan, kecemasan, panik, dan banyak peristiwa kehidupan sehari-hari dan kekhawatiran yang sedang berlangsung sangat besar. Dia takut bahwa dia akan mati. Ketakutan dan kecemasan tampaknya muncul dalam berbagai bentuk gejala fisik (yaitu, jantung berdebar insomnia, jantung, sakit kepala, pusing, dan menangis). Secara harfiah, banyak kehidupan Ruth yang memuakkan-depresi, takut, terbatas, dan avoidant.
Masalah utama Ruth adalah ketidaksesuaian antara orang dia dan dirinya, meskipun ragu-ragu dan hati-hati, inkongruensi dirinya dimanifestasikan dalam berbagai cara - sebagai disonansi kognitif , dalam banyak gejala fisik, dan dalam kecemasan serta stres - yang semuanya memiliki kecenderungan untuk mendorong ke arah tidak nyaman. depresinya dan gejala fisik memberitahunya bahwa ada sesuatu yang salah dengan hidupnya, tetapi rasa takut adalah kendala utama baginya untuk menjadi lebih otonom, mengharapkan ia berbuat sesuai yang orang lain harapkan. Takut kehilangan suaminya dan dukungan anak-anak dan cinta menjadikan dia ragu-ragu untuk keluar dari pemikirannya saat ini.
Aspek lain dari Ruth adalah konsep diri yang lebih perifer. Petunjuk penting untuk konsep dirinya adalah pandangan
Dalam kata-katanya sendiri Ruth mengidentifikasi dirinya sebagai "istri yang baik" dan "ibu yang baik" dan bahwa "dia [John, suaminya] mengharapkan saya sesuai harapannya." Dengan demikian, Ruth mengidentifikasi dirinya sebagai istri dan ibu, tapi dia berusaha dengan sekuat tenaga dalam peran yang suaminya harapkan. Ruth takut dan mengatakan  "dia (Suaminya) akan meninggalkan saya." Kecenderungan Ruth untuk menjadi diri yang sesuai untuk orang lain adalah salah satu aspek. Saat ia berkata, "Aku sudah cukup banyak hidup bagi orang lain sejauh ini. . . Aku sudah menjadi superwoman yang memberi dan memberi". Ruth mengidentifikasi bahwa dirinya sebagai perawat. Pada saat yang sama, Ruth mengidentifikasi dirinya relatif dengan cara sempit membatasi pandangannya.

Penyelesaian :
Dari sudut pandang client-centered Corey melihat konseling danterapi diarahkan pada lebih dari sekedar memecahkan masalah dan memberikan informasi. Hal ini terutama bertujuan untuk membantu klien memanfaatkan daya dari diri klien sehingga mereka dapat lebih baik menangani masalah mereka, baik saat ini dan masa depan. Dalam kasus Ruth, Corey berpikir yang terbaik dapat mencapai tujuan ini dengan menciptakan iklim bebas dari ancaman, di mana dia akan merasa sepenuhnya diterima oleh terapis. Corey berasumsi bahwa tiga atribut yang sangat penting untuk mengeluarkan kekuatan agar Ruth berkembang: keaslian, hal positif, dan empati. Jika Corey benar-benar mengalami sikap ke arah tersebut dan berhasil berkomunikasi, kemungkinan bahwa Ruth akan menurunkan cara defensif dari dirinya dan bergerak menuju menjadi dirinya yang sebenarnya, Terapi yang akan dilakukan untuk Ruth seperti membangun hubungan yang dia dapat digunakan untuk melakukan eksplorasi diri dan akhirnya menemukan caranya
Kekuatan utama dari pendekatan terapi client-centered adalah penekanan bahwa harus benar-benar mendengarkan dan sangat memahami dunia klien secara intern sebagai kerangka acuan. Kualitas hubungan terapeutik sangat penting dalam terapi Ruth. Empati adalah landasan dari pendekatan ini , dan itu adalah dasar yang diperlukan di setiap terapi. Kemampuan untuk mendengarkan klien dan untuk memahami atau dunianya merupakan dasar untuk menciptakan dan memelihara kepercayaan.
Terapi logoterapi dan gestalt juga bisa digunakan sebagai kombinasi dari CCT. Terapi gestalt menekankan untuk memandang masalah tidak hanya dari satu sudut pandang. Subjek diarahkan untuk berfikir bahwa yang dirasa tuntutan bagi dirinya bukan sekedar tuntutan sosial yang merugikan, namun dengan demikian sisi lainnya memiliki manfaat bagi subjek.
Sedangkan pendekatan logoterapi, digunakan mengenai kebermaknaan hidupnya. Subjek telah melewati masa ‘kejayaan’. Tentunya seharusnya tinggal menikmati pencapaian yang telah diraihnya, dibanding melihat kekurangan pada diri subjek perihal bentuk fisik.